Saturday, October 19, 2013

Berbagi Kasih Dengan Seorang Penderita Kusta



Siang itu suasana di salah satu rumah sakit kusta di daerah Tangerang cukup lengang. Hanya 1-2 perawat terlihat lalu lalang di lorong bangunan berwarna hijau tersebut. Jam menunjukkan pukul 14.00 saat Sr. Vincentia HK, salah satu relawan Sahabat Insan datang ke rumah sakit tersebut membawa seorang pasien kusta, sebut saja namanya Amir.

 
Lima belas tahun lalu, Amir tinggal di Bintuni, Manokwari bersama pamannya. Kedua orang tuanya sudah meninggal dunia. Ia pernah menikah, namun istrinya meninggal dunia sebelum memberinya keturunan. Tawaran dari seorang rekan membuatnya berangkat ke Malaysia untuk mencari nafkah. 

Amir berangkat ke Malaysia naik kapal laut. Malang tak dapat ditolak. Di tengah perjalanan, dia terjatuh dari kapal dan kakinya terantuk bagian bawah kapal tersebut. Walaupun sakit, saat itu dia tidak menghiraukannya. Sesampai di Malaysia, Amir bekerja serabutan sebagai pekerja di kebun sawit atau sebagai kuli bangunan dengan imbalan seadanya. Setelah lima belas tahun berjuang hidup di Malaysia dan berkali kali masuk penjara karena urusan dokumen pribadi, dua bulan lalu ia dipulangkan ke Indonesia dalam keadaan sakit. Sebulan kemudian baru diketahui bahwa penyakit yang diderita Amir adalah kusta, setelah kakinya terasa semakin sakit dan kedua tangannya tidak dapat digerakkan. 

Sayangnya, tak ada keluarga yang dapat di hubungi. Paman yang katanya ada di Bintuni Manokwari pun tak ditemukan lagi. 

Dengan didampingi oleh relawan Sahabat Insan dan salah satu staf rumah singgah mengurus berbagai macam administrasi, akhirnya Amir pun dirawat di rumah sakit tersebut dengan jaminan biaya perawatan dari Dinas Sosial. Sedangkan Sahabat Insan membantu biaya untuk keperluan pribadinya, seperti baju, perlengkapan mandi, perlengkapan mencuci dan serta alat-alat kebersihan. 

Rencananya, Amir akan melewati tahap demi tahap perawatan yang jumlahnya belum bisa ditentukan, tergantung perkembangan keadaannya. Lama setiap tahap adalah 25 hari, dan diantara tahap-tahap tersebut terdapat waktu tenggang 5-10 hari yang seharusnya bisa dimanfaatkan oleh pasien untuk berkumpul dengan keluarganya. Namun karena Amir sebatang kara, rumah sakit memperbolehkan untuk tinggal sementara di situ namun tidak mendapatkan makanan sehingga harus mencari sendiri. Untuk mempercepat proses penyembuhannya, dokter melarang Amir untuk berjalan agar syaraf kakinya tidak bergerak-gerak sehingga cepat pulih. Sr. Vincentia HK kemudian mengusahakan pinjaman kursi roda agar aktifitas Amir tidak terlalu terganggu. Akhirnya kursi roda pun berhasil didapatkan atas kebaikan hati Seksi Sosial Paroki Santo Andreas, Kedoya. 

Salah satu hal yang menyentuh hati adalah, seluruh pasien kusta di situ saling memberi semangat, terutama kepada pasien baru. Pada awal kedatangannya, Amir terlihat stress dan agak murung. Namun pasien-pasien disitu kemudian menghiburnya agar tekun menjalani proses-proses juga terapi demi terapi yang diberikan oleh dokter dan perawat, dan meyakinkannya bahwa ia dapat sembuh. Mereka juga saling membantu membersihkan luka, atau sekedar menyuapi makan, atau menuntun kembali ke kamar setelah dari ruang terapi, dan sebagainya. Semoga semangat persaudaraan yang terjalin dapat memberikan sedikit kegembiraan di hati para pasien sehingga bisa menunjang kesembuhan fisknya.